Santer di media bagaimana seorang guru di Takalar (salah satu Kabupaten di Sul Sel) yang harus meringkuk di Penjara. Sebuah fenomena yang sangat memiriskan dan semakin membuktikan dekadensi moral di negeri ini pada semua strata.
Setiap orang berpeluang untuk menikmati bui jika sesuai dengan yang dilakukannya tidak dengan jalur yang tidak wajar. Karena ketidakwajaran itu pula, PGRI setempat menginstruksikan seluruh guru untuk mogok mengajar sebagai aksi protes atas keputusan yang tak bijak itu.
Seorang guru yang berusaha menjalankan tugasnya sebagai pengajar dan sekaligus pendidik yang ingin melihat anak bangsa tercerahkan harus berakhir di penjara yang tak seorang pun menginginkannya. Sang guru konon menegur seorang siswa yang tidak masuk mengikuti pelajaran saat pembelajaran berlangsung, alhasil dibalas oleh sang siswa dengan kata-kata yang tidak pantas. "Ana' Sundala: Anak Haram yang lahir dari seorang pelacur", kata yang sangat tidak pantas untuk komunitas Bugis Makassar terucap oleh sang siswa untuk gurunya yang harusnya dihormati. Atas nama "Siri na Pacce: Harga diri" sang guru memberi hukuman fisik. Naasnya, siswa tersebut adalah anak dari seorang camat yang neneknya adalah anggota DPRD. Jadilah persoalan ini ajang unjuk kekuasaan yang semakin membuktikan bahwa penguasa berhak menentukan apa pun dan kekuasaan yang seharusnya melindungi masyarakat justru menindas masyarakat. Polisi, hakim telah menjadi buta atau dibutakan oleh "sesuatu" sehingga terinjaklah "Sang Oemar Bakri".
Guru tetaplah manusia biasa dengan perasaan peka dan bermartabat yang ketika terusik maka emosi tak terelakkan dan itu wajar terjadi pada semua yang berlabel "manusia". Tetaplah berjuang Oemar Bakri, mengajar dan mendidik anak bangsa agar kelak bangsa ini bermartabat meski semua itu tak pernah dihargai oleh siapa pun.
No comments:
Post a Comment