"Pengobatan hepatitis B kronis dilakukan dengan cara mengurangi peradangan, gejala, dan infeksi. Interferon alfa rekombinan saat ini merupakan satu-satunya anti-virus yang disetujui untuk hepatitis. Obat ini mampu menghentikan replikasi virus pada 37 persen pasien. Namun, obat ini selain harganya sangat mahal, ternyata tidak efektif pada kebanyakan pasien dan menimbulkan sejumlah efek samping. Antara lain gejala seperti flu, demam, kedinginan, rasa letih, nyeri otot, serta gemetar.
Sayangnya, vaksin yang ada baru bisa mencegah terjangkitnya hepatitis B. Meski begitu, peluang untuk sembuh dari berbagai penyakit ini masih terbuka, apalagi cangkok hati pun mulai dimungkinkan".
Tulisan di atas aku peroleh dari berbagai situs. Cukup ngeri juga membacanya. Betapa tidak, aku salah satu orang yang tidak beruntung menderita penyakit itu. Seketika aku berfikir bahwa umurku tinggal sesaat lagi.
Aku menyesal mengetahui diriku mengidap penyakit ini. Sekitar tahun 2003-2004 salah seorang teman mencari golongan darah A karena orang tuanya mau dioperasi. Karena memiliki jenis darah yang sama, aku bersedia diajak ke PMI Cabang Makassar untuk melakukan donor darah. Alhasil aku gak bisa donor karena aku ditengarai mengidap penyakit hepatitis B. Aku tidak begitu ambil pusing dengan penyakit ini, bahkan obat tradisional yang diberikan orang tuaku tidak pernah aku gunakan. Gejala penyakit ini hanya aku ketahui dari orang-orang dan terbukti gejala itu sering menghampiriku.
Aku mulai khawatir dengan penyakit ini dari seorang teman yang namanya Shanty. Aku iseng-iseng cerita tentang penyakit ini, karena saat kami ketemu aku kembali merasakan gejala penyakit ini. Malamnya saat kami ngomong di telpon dia begitu khawatir dengan penyakit yang aku derita ini karena katanya dia membaca referensi tentang itu. Aku memang tau sekilas bahwa penyakit ini sulit sembuh dan belum ada obatnya yang tepat. Dia sampai harus menangis dengan mengetahui penyakitku. Aku mulai sadar betapa penyakit ini berbahaya dan boleh jadi akan mengakhiri hidupku.
Yang lebih parah ternyata penyakit ini bisa menular ke orang lain dengan kontak fisik. Haruskah aku menyebabkan orang lain mengidap penyakit ini. Haruskah aku menulari istriku jika kelak aku menikah, haruskah aku menulari anakku jika nanti aku dikaruniai anak?. Aku mungkin lebih baik hidup seperti ini saja, sendiri tanpa harus membuat orang lain menderita. Tuhan Adilkah ini?
Aku sungguh menyesal mengapa harus tau mengidap penyakit ini dan akibat yang bisa ditimbulkannya. Andai saja aku tetap dalam ketidaktahuan.
Tetapi mungkin ini takdirku. Kalaupun aku harus meninggalkan dunia ini dalam waktu dekat, mau apa lagi. Itulah suratan takdir yang tidak mungkin aku lawan.
No comments:
Post a Comment