Pukul 05.45 Wita terdengar suara bising, tak lama berselang suara bising itu bertambah dan kali ini terdengar suara adzan berkumandang disertai getaran kecil. Suara bising itu dari alarm kedua hapeku yang sengaja aku setting dua-duanya sebagai antisipasi ekstra untuk membangunkanku yang selama ini hanya menggunakan salah satu hape untuk alarm. Kebiasaan burukku belum juga hilang, terlambat bangun pagi. Segera aku bergegas bangun walau mata masih terasa berat dililit rasa ngantuk. Kulirik kedua rekan kerjaku (Ma’ruf dan Gafur) yang masih terlelap tidur di kasur masing-masing, mungkin mereka sedang bermimpi, entahlah... Aku segera bergegas keluar kamar, khawatir tergoda untuk tidur lagi.
Aku menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu (hal yang selama ini jarang aku lakukan karena sudah terlalu jauh dari Tuhan), kemudian menuju kamar pakaian untuk bersujud. Aku melangkah ke beranda, ternyata semalam aku lupa menutup pintu sebelum bergegas tidur sekitar pukul 1.30 wita. Ketika ada orang baru datang ke tempat kami ini, mereka mengatakan tempat ini surga karena letaknya di bukit dan di depannya terhampar lautan yang sesekali dilalui kapal PELNI karena di sekitar situ ada pelabuhan nasional (pelabuhan yang sangat terkenal dengan ketidakteraturaannya). Aku melangkah menuruni anak tangga dan melakukan gerakan-gerakan (orang bilang itu olahraga). Aku melangkah keluar gerbang sambil berlari kecil dan terus menuju jalan raya. Di sana aku melihat seorang lelaki yang mungkin sebaya denganku berlari kecil tanpa menggunakan alas kaki. Aku tidak berniat melakukan hal yang sama, aku berlari kecil lagi untuk kembali dan segera mandi.
Setelah mandi aku segera menguber lemari pakaian, mencari seragam KORPRI yang sangat jarang aku pakai karena hanya digunakan pada tanggal 17 setiap bulan. Kulirik diri lewat cermin, nampak ke-bapak-an sekali. Di meja makan belum tersedia sarapan karena layanan catering biasanya diantar di atas jam 7 (hal yang selalu aku protes) karena biasanya aku harus keluar sebelum jam 7 terutama hari Senin untuk upacara di sekolah.
Hari ini pukul 07.00 di halaman kantor Walikota aku harus mengikuti acara pelantikan dan pengambilan sumpah untuk diresmikan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) setelah sekian lama menyandang gelar Calon Pegawai Negeri sipil (CPNS), tepatnya sejak SK CPNS aku terima bulan Juni 2006. Selama itu pula aku hanya menerima gaji 80% dari gaji yang seharusnya, sebuah aturan yang mutlak harus dilalui. Dan hari ini (17/01/08) status CPNS itu akan berakhir dan berubah menjadi PNS defenitif dengan hak gaji 100% dan tunjangan lainnya setelah melengkapi keperluan administratif termasuk Prajabatan. Proses penantian ini sebenarnya sempat menghadirkan sesak karena dianggap terlalu lama mengingat daerah lain sudah mendefenitifkan CPNS nya menjadi PNS.
Pukul 06.55 wita aku segera berangkat dengan menunggangi Blacky, letaknya tidak terlalu jauh dari tempatku karena tidak sampai 1 km. Di kantor walikota sudah banyak orang-orang dengan seragam yang sama, tetapi aneh karena banyak muka yang tidak aku kenali. Aku berpikir mungkin mereka dari golongan I dan II yang prajabatan terpisah sehingga aku tidak mengenalnya. Belakangan aku ketahui bahwa hari ini juga akan dilakukan penyerahan SK untuk CPNS honorer yang diterima tahun 2007. Jadi ada dua acara, pelantikan CPNS menjadi PNS dan penyerahan SK untuk CPNS yang baru dinyatakan lulus.
Aku terheran-heran karena semua kaum adam menggunakan kopiah, wah gawat. Ternyata satu aturan tidak aku penuhi. Segera aku putar motor untuk kembali mencari kopiah. Karena kopiahku tertinggal di kampung saat lebaran, maka terpaksa aku pinjam kopiah dari teman kerja yang saat aku kembali sudah terbangun. Aku segera meluncur kembali ke kantor walikota. Kami diarahkan untuk membentuk barisan dan melaksanakan geladi. Tidak lama berselang, kendaraan dinas Walikota memasuki halaman kantor walikota pertanda acara akan segera dimulai.
Acara berlangsung khidmat, dan moment bersejarah akhirnya tiba yaitu pengucapan sumpah pelantikan sebagai pertanda perubahan status. Pengucapan sumpah dipimpin langsung oleh Walikota Parepare H. Muh. Zain Katoe dan kami didampingi oleh rohaniwan sesuai agama masing-masing sebagai simbol keabsahan sebuah sumpah. Salah satu poin yang aku catat dari sumpah itu adalah mengesampingkan kepentingan diri, seseorang, sekelompok orang di atas kepentingan bangsa dan negara. Sempat aku tertegun, dapatkah semua itu terpenuhi? Terlalu idealkah sumpah itu? Sekilah memang demikian tetapi itu sudah seharusnya sebagai abdi negara dan pelayan masyarakat berlabel PNS. Aku tau sangat sulit tetapi aku akan berusaha. Aku kemudian teringat kepada korupsi, kolusi dan nepotisme yang banyak dilakoni oleh para pejabat yang sebagian besar adalah PNS. Pernahkan mereka mengucapkan sumpah ini? Lalu menguap ke mana implementasinya. Mungkin terlalu dini untuk mempertanyakan semuanya.
Sekarang aku resmi menjadi PNS, seorang abdi negara dan pelayan masyarakat di bidang pendidikan sebagai tenaga pendidik dengan spesifikasi mata pelajaran Fisika (mata pelajaran yang menjadi momok nan angker bagi sebagian orang). Aku berjanji akan berusaha melakukan tugasku sebatas kemampuanku, mengubah kebobrokan akibat jiwa yang masih kekanak-kanakan dan minimnya kesadaran dan pemaknaan akan sebuah tanggung jawab. Profesi ini memang tidak menjanjikan kekayaan karena katanya penghasilannya pas-pasan kalau tidak ingin dikatakan kurang tetapi profesi ini menjadi jaminan sampai hari tua bahkan sampai ketika telah mangkat sekalipun.
Sebuah tonggak sejarah telah terukir, saatnya memperlihatkan karya dan kesungguhan agar kelak menjadi abdi negara dan pelayan masyarakat yang sesuai harapan dan jika memungkinkan mengakhiri profesi ini dengan bintang jasa, walau sangat lekat dalam ingatan sebuah lagu nasional tentang profesiku, PAHLAWAN TANPA TANDA JASA
No comments:
Post a Comment